Produk jadul Samsung kalahkan iPhone 5C/5S

Katakepo.blogspot.com - style="text-align: left;">Memang bukan lawan sepadan apabila coba membandingkan kecanggihan Samsung Galaxy S III dengan produk smartphone Apple terbaru yaitu iPhone 5S dan 5C, namun dari segi akurasinya, produk dari Samsung justru lebih unggul.

Berdasarkan hasil temuan yang dilakukan oleh para peneliti dari Finlandia, ternyata tingkat akurasi Samsung Galaxy S III lebih tinggi dibandingkan dengan smartphone terbaru dari Apple.

Dikutip dari Daily Mail (29/10), ketidakpekaan layar sentuh pada Galaxy S III ini hanya terletak pada ujung atas dan bagian pinggiran saja, namun akurasi ketepatan layar sentuh di iPhone 5S/5C justru rendah atau sekitar 75 persen tidak akurat dan cenderung meleset.

Dengan menggunakan sebuah robot bernama OptoFidelity Touch Panel Performance Tester (TPPT), para peneliti mencoba melakukan pengujian dengan cara mengetikkan suatu kalimat menggunakan ketiga perangkat tersebut.

Typo dan error memang dijumpai di ketiganya namun jumlah yang dihasilkan lebih banyak pada kedua perangkat baru Apple tersebut daripada di Galaxy S III.

Read More

Visual Efek Film Elysium Andalkan Software Autodesk

Katakepo.blogspot.com - JAKARTA, Sudah menonton film Elysium. Jika sudah tentunya bakal melihat berbagai adegan, latarbelakang lingkungan dalam film. Nah ternyata, dalam pembuatan film, teknologi produksi Autodesk memainkan peranan penting.
Dalam film itu, Rumah Produksi Utama Efek Visual menjadikan Imagine Engine membuatan space rings, droids, Raven dan tampilan latar belakang tempat atau lingkungan di dalam film Elysium.
Fitur Motion Builder digunakan untuk membuat efek gerakan dan animasi droids di dalam film ketika para aktor tidak dapat melakukan rotomotion. Motion Builder juga digunakan untuk membuat animasi dalam bentuk digital secara keseluruhan dengan teknik kamera virtual.
Pertukaran yang halus terjadi antara Maya untuk Image Engine dan Softimage di Whiskytree dilakukan untuk berbagi berbagai informasi.
Image Engine membuat tampilan luar untuk stasiun ruang angkasa sementara Whiskytree membuat tampilan bagian dalam seperti pohon-pohon, kolam renang, dll.
Sementara rumah Produksi Pendamping Efek Visual memanfaatkan untuk Whiskytree (Softimage), ILM, Richard Bluff (3dsMax), Method Studios (Maya), The Embassy (Maya), MPC (Maya), Raynault VFX (Maya), Weta Digital (Maya, MotionBuilder) – hanya studio efek visual dari Asia-Pasifik.
Beberapa software efek visual (VFX) Autodesk yang popular antara lain Autodesk® Maya®.
Software animasi 3D yang menawarkan paket fitur kreatif yang menyeluruh untuk animasi komputer 3D, modeling, simulasi, rendering, dan compositing pada platform produksi yang luas. - Autodesk® MotionBuilder®.
Software animasi karakter 3D untuk produksi virtual yang memungkinkan artis untuk dapat memanipulasi lebih efektif dan menyaring data lebih baik. Memungkinkan artis untuk merekam, mengedit, dan memutar animasi karakter yang kompleks di dalam lingkungan yang sangat responsif dan interaktif.
Autodesk® 3ds Max® adalah software yang menyediakan solusi lengkap untuk 3D modeling, animasi, rendering, dan compositing untuk artis pembuat games, film, dan motion graphics.
Selama 18 tahun berturut-turut, setiap film yang dinominasikan untuk kategori Best Visual Effect dalam Academy Awards dibuat dengan perangkat film digital Autodesk.
Tahun ini para nominasi Academy Award terus mendorong imaginasi digital ke level yang lebih tinggi – dari karakter rumit dan kompleks yang dihasilkan komputer, pyrotechnical marvels, hingga efek invisible atau tak terlihat yang begitu realistis yang dapat menipu mata. Tahun ini, 21 film animasi memenuhi syarat untuk dinominasikan dalam kategori Best Animated Feature. Lima dari nominator tersebut menggunakan software animasi dan efek visual Autodesk Maya 3D.

Read More

Microsoft tak sengaja 'menyerang' OpenOffice

Katakepo.blogspot.com - Microsoft diketahui memiliki sebuah bot yang berfungsi menghapus software bajakan buatan mereka di internet. Namun, belakangan bot ini ditengarai menyasar target yang salah.

Seperti yang dilansir oleh Geek (16/8), Microsoft menyatakan sendiri bahwa mereka secara tak sengaja melaporkan OpenOffice sebagai software bajakan untuk Microsoft Office. Akibat hal ini, bot tersebut pun meminta semua situs yang memiliki software ini menutup OpenOffice.
Meskipun mengatakan tak sengaja, Microsoft kemudian dicurigai memang sengaja melakukan hal tersebut. Hal ini mengingat sulit memahami sebuah bot ternyata mampu melakukan kesalahan yang sangat sensitif seperti ini.
Meskipun dampak dari laporan tak disengaja bot ini belum membesar, ditakutkan hal ini akan terus berlanjut. Padahal, target yang diserang bot ini sendiri sebenarnya tidak terlalu membahayakan kondisi Microsoft Office.
OpenOffice sendiri adalah versi gratis dari Microsoft Office untuk perangkat Windows. Software ini memiliki tampilan dan fitur mirip Microsoft Office dan disediakan gratis oleh Oracle.

[nvl]

Read More

Pendapatan Iklan Facebook Melonjak

TEMPO.CO, Jakarta - Facebook membukukan kinerja cemerlang pada layanan iklan mobile-nya untuk kuartal kedua tahun ini. Menurut paparan manajemen, pendapatan iklan mobile mencapai 41 persen dari total iklan.

"Pertumbuhan pendapatan iklan mobile lebih cepat empat kali dibandingkan pertumbuhan iklan dari layanan situs desktop-nya," demikian tertulis di situs Techcrunch pada Kamis, 25 Juli 2013.
Pendapatan total iklan Facebook mencapai US$ 1,60 miliar (sekitar Rp 15,4 triliun). Maka, jika dikalkulasi, pendapatan iklan desktop sekitar US$ 944 juta (sekitar Rp 9 triliun).
Dengan pertumbuhan iklan mobile yang mencapai sekitar 9 persen per kuartal, maka pada kuartal ketiga ini pendapatan iklan mobile dan desktop bakal seimbang.
Layanan mobile pada telepon seluler cerdas dan tablet menjadi semakin penting seiring dengan semakin populernya gadget dibandingkan komputer desktop dan laptop.
TECHCRUNCH | BUDI RIZA

Read More

Google Chromecast Diumumkan,Ubah TV Biasa Jadi Cerdas

Katakepo.blogspot.com - Selain mengumumkan Nexus 7 generasi kedua dan Android 4.3 Jelly Bean, Google kemarin juga mengumumkan keberadaan Chromecast yang merupakan perangkat cerdas berbentuk dongle sebagai pengganti Nexus Q. Chromecast berbentuk stik yang memanfaatkan port HDMI di televisi untuk menjalankan Chrome OS versi sederhana dan akan mengintegrasikan beberapa layanan Google seperti YouTube, Google Play Music, Google Play Video dan aplikasi Chrome baik di ponsel, tablet atau laptop.

Chromecast bekerja seperti layar kedua. Jika seseorang misalnya sedang melihat sebuah video YouTube di ponsel, laptop, atau tablet dan kemudian menyentuh tombol Chromecast yang ada di browser Chrome, maka sebuah televisi yang telah dipasang stik Chromecast akan memutar video tersebut seperti yang tertampil di layar ponsel. Selain itu Chromecast juga bisa menerima masukan dari berbagai perangkat secara bersamaan yang akan diputar bergiliran, misalnya dari ponsel memutar video dan dari laptop memutar sebuah film. Selain Google Play Music dan Video, aplikasi Netflix (di Amerika Serikat) juga didukung oleh Chromecast ini.
Kontrol Chromecast bisa dilakukan dari ponsel, misalnya mengatur volume atau mengganti video yang diputar. Chromecast juga memungkinkan pemutaran video 'dipindahkan' dari ponsel ke tablet dan akan diteruskan dari saat terakhir video diputar.
Google Chromecast juga mampu memutar musik seperti DJ. Layanan ini bisa mengakses Google Play Music dan Pandora. Selain itu Chromecast juga bisa menampilkan tab Chrome di televisi untuk melihat foto atau video yang ada di Google+ atau Vimeo misalnya. Chromecast juga membuka peluang pengembangan aplikasi melalui Google Cast SDK untuk Android, iOS dan Chrome. Untuk menjalankan Chromecast, televisi harus memiliki port HDMI kosong sebagai tempat colokan ditambah sumber daya mealui microUSB untuk Chromecast.
Chromecast dapat dibeli dengan harga hanya USD 35 dan saat ini mulai tersedia di Amerika Serikat. Selain itu Chromecast juga dapat dibeli dari Play Store, Amazon.com dan BestBuy.com. Belum ada informasi kapan gadget ini akan tersedia di Indonesia.
via GSMArena, Slashgear, Google.com/chromecast

Read More